Entri Populer

Sabtu, 26 November 2011

PEMELIHARAAN IKAN LELE DI KOLAM TERPAL

I. PENDAHULUAN

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan
secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan : 1) dapat dibudidayakan di lahan dan
sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif
mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha
yang dibutuhkan relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya ikan ini semakin meningkat setelah masuknya jenis
ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding
lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih
tahan penyakit. Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung
pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas.
Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah
atas penggunaan induk yang berkualitas rendah.
Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad,
derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan
nilai FCR (Feeding Conversation Rate). Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele
dumbo, Balai Pengembangan Benih Air Tawar (BPBAT) Sukabumi telah berhasil
melakukan rekayasa genetik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi
nama lele ”Sangkuriang”.
Perekayasaan ini meliputi produksi induk melalui silang-balik (tahun 2000), uji
keturunan benih dari induk hasil silang-balik (tahun 2001), dan aplikasi produksi
induk silang-balik (tahun 2002-2004). Hasil perekayansaan ini (lele sangkuriang)
memiliki karakteristik reproduksi dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
dengan lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat.
Budidaya lele sangkuriang (Clarias sp) mulai berkembang sejak tahun 2004, setelah
dirilis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dengan Nomor Kepmen KP 26/Men/2004.
Teknik budidaya lele sangkuriang tidak berbeda dengan lele dumbo, mulai dari
pembenihan sampai pembesaran.
II.TEKNIK PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG
2.1. Pematangan Gonad
Pematangan gonad lele sangkuriang dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan
kolam ukuran 50 m2, keringkan selama 2-4 hari dan perbaiki seluruh bagian
kolam, isi air setinggi 50-70 cm dan alirkan secara kontinyu, masukkan 300 \
ekor induk ukuran 0,7-1,0 kg, beri pakan tambahan berupa pellet khusus lele
dumbo sebanyak 3% setiap hari.
Catatan: induk jantan dan betina dipelihara terpisah.
2.2. Pematangan di bak
Pematangan gonad juga bisa dilakukan di bak. Caranya, siapkan baktembok
ukuran panjang 8m, lebar 4m dan tinggi 1m; keringkan selama 2-4 hari, isi
air setinggi 80-100 cm dan alirkan secara kontinyu, masukkan 100 ekor induk,
beri pakan tambahan (pellet) sebanyak 3 persen/hari.
Catatan: induk jantan dan betina dipelihara terpisah.
2.3.Seleksi
Seleksi induk lele sangkuriang dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada
tubuh.
Tanda induk betina yang matang gonad :
- perut gendut dan tubuh agak kusam
- gerakan lamban dan punya dua lubang kelamin
- satu lubang telur satu lubang kencing
- alat kelamin kemerahan dan agak membengkak
Tanda induk jantan yang matang gonad :
- gerakan lincah, tubuh memerah dan bercahaya
- punya satu lubang kelamin yang memanjang, kemerahan, agak membengkak dan
berbintik putih.
2.4. Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Pemijahan ikan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning)
dan pemijahan buatan (induced/artificial breeding). Pemijahan alami dilakukan
dengan cara memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad
kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah pemijahan dengan pemberian
kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang induk betina
dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara alami.
Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan
penyuntikkan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan.
A.Pemijahan Alami
- Siapkan bak berukuran panjang 2m, lebr 1m, dan tinggi 0,4 m
- Keringkan selama 2-4 hari
- Isi air setinggi 30 cm dan biarkan mengalir selama pemijahan
- Pasang hapa halus seusai ukuran bak
- Masukkan ijuk secukupnya
- Masukkan 1 ekor induk betina yang sudah matang gonad pada siang atau sore
hari
- Masukkan pula 1 ekor induk jantan
- Biarkan memijah
- Esok harinya tangkap kedua induk dan biarkan telur menetas di tempat itu.
Hasil pemijahan alami lele sangkuriang biasanya kurang memuaskan. Jumlah
telur yang keluar tidak banyak.
B. Pemijahan Semi Alami
- Perbandingan induk jantan dan betina 1:1 baik jumlah maupun berat
- Penyuntikkan langkahnya sama dengan pemijahan buatan
- Pemijahan langkahnya sama dengan pemijahan alami
C. Pemijahan Buatan
Pemijahan buatan memerlukan keahlian khusus. Dua langkah kerja yang harus
dilakukan dalam sistem ini adalah penyuntikkan, pengambilan sperma dan
pengeluaran telur.
1. Penyuntikkan dengan ovaprim
Penyuntikkan adalah kegiatan memasukkan hormon perangsang ke tubuh induk
betina. Hormon perangsang yang digunakan adalah ovaprim. Caranya,
siapkan induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,3 mil ovaprim
untuk setiap kilogram induk; suntikkan ke dalam tubuh induk tersebut;
masukkan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama
10 jam.
2. Penyuntikkan dengan hypofisa
Penyuntikkan bisa juga dengan ekstrak kelenjar hypofisa ikan mas atau
lele dumbo. Caranya siapkan induk betina yang sudah matang gonad ;
siapkan 1,5 kgikan mas ukuran 0,5 kg; potong ikan mas tersebut secara
vertikal tepat dibelakang tutup insang; potong bagian kepala secara
horizontal tepat dibawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar
hypofisa; masukkan ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukkan 1 cc
aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypofisa itu; suntikkan ke
dalam tubuh induk betina;masukkan induk yang sudah disuntik ke bak lain
dan biarkan selama 10 jam.
3. Pengambilan Sperma
Setengah jam sebelum pengeluaran tleur; sperma harus disiapkan. Caranya:
1. Tangkap induk jantan yang sudah matang kelamin
2. Potong secara vertikal tepat di belakang tutup insang
3. Keluarkan darahnya
4. Gunting kulit perutnya mulai dari anus hingga belakang insang
5. Buang organ lain di dalam perut
6. Ambil kantung sperma
7. Bersihkan kantung sperma dengan tisu hingga kering
8. Hancurkan kantung sperma dangan cara menggunting bagian yang paling
banyak
9. Peras spermanya agar keluar dan masukkan ke dalam cangkir yang telah
diisi 50 ml (setengah gelas) aquabides
10.Aduk hingga homogen.
2.5. Pengeluaran Telur
Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 jam dari peyuntikkan, namun 9
jam sebelumnya diadakan pengecekkan.
Cara pengeluaran telur:
1. Siapkan 3 buah baskom plastik, 1 botol Natrium Chlorida (infus),
sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu
2. Tangkap induk dengan sekup net
3. Keringkan tubuh induk dengan lap
4. Bungkus induk dengan lap dan biarkan lubang telur terbuka
5. Pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang
lainnya
6. Pijit bagian perut ke arah lubang telur
7. Tampung telur dalam baskom plastic
8. Campurkan larutan sperma ke dalam telur
9. Aduk hingga rata dengan bulu ayam
10. Tambahkan Natrium Chlorida dan aduk hingga rata
11. Buang cairan itu agar telur-telur bersih dari darah
12. Telus siap ditetaskan.
2.6. Penetasan
Penetasan lele sangkuriang dimasukkan ke dalam bak tembok. Caranya :
1. Siapkan sebuah bak tembok ukuran panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m
2. Keringkan selama 2-4 hari
3. Isi bak tersebut dengan air setinggi 30 cm dan biarkan air mengalir
selama penetasan
4. Pasang hapa halus yang ukurannya sama dengan bak
5. Beri pemberat agar hapa tenggelam (misalnya kawat behel yang diberi
selang atau apa saja
6. Tebarkan telur hingga merata ke seluruh permukaan hapa
7. Biarkan telur menetas dalam 2-3 hari.
Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk
menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor
akibat pembusukan telur yang tidak terbuahi. Peningkatan oksigen terlarut
dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi.
Telur lele sangkuriang menetas 30-36 jam setelah pembuahan pada suhu
22-25 0C.
Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung
telur(yolksack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva
sehingga tidak perlu diberi pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolksack
akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva
dilakukan dalam hapa penetasan. Pakan dapat mulai diberikan setelah larva
berumur 4-5 hari atau ketika larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam.
III. MANAJEMEN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

Kegiatan budidaya lele sangkuriang di tingkat pembenih/pembudidaya sering
dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada
kegiatan pembenihan, penyakit banyak ditimbulkan oleh adanya serangan organisme
pathogen sedangkan pada kegiatan pembesaran, penyakit biasanya terjadi akibat
buruknya penanganan kondisi lingkungan.
Kegagalan pada kegiatan pembenihan ikan lele dapat diakibatkan oleh serangan
organisme predator (hama) ataupun organisme pathogen (penyakit). Organisme
predator yang biasanya menyerang antara lain insekta, ular, atau belut.
Serangan ebih banyak terjadi bila pendederan benih dilakukan di kolam tanah
dengan menggunakan pupuk kandang. Sedangkan organisme pathogen yang lebih
sering menyerang adalah Ichthiopthirius sp, Trichodina sp, Dacttylogyrus sp,
dan Aeromonas hydrophyla.
Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang
direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan
penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan
pemasangan kolam di sekeliling kolam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan manajemen lingkungan
budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Bila
serangan sudah terjadi,benih harus dipanen untuk diobati. Pengobatan dapat
menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.
Manajemen lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan
baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam dan tanah, persiapan
kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran,
pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan.
Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik,
persiapan kolam meliputi pengeringan, disinfeksi (bila diperlukan), pemupukan,
pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan
kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan probiotik.

Rabu, 06 Juli 2011

KAMPANYE TABURIA DI KOTA PALEMBANG


Dalam uapaya mensosialisasikan penggunaan Taburia kepada anak umur 2-24 tahun di Kota Palembang, maka Pemerintah Daerah memberikan apresiasi yang tinggi agar kegiatan pemberian Taburia kepada anak balita dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan dalam upaya meningkatkan status gizi dan kesehatan khususnya pada anak balita oleh Masyarakat dalam Kota Palembang

Taburia, merupakan bubuk yang mengandung vitamin dan mineral dalam sekala kecil yang selama ini ditenggarai menderita kekurangan zat gizi mikro yang banyak di derita anak balita yang juga merupakan penyebab anak balita menderita gizi kurang

Dalam menunjang upaya pemerintah dalam mensosialisasikan Taburia, maka Wali Kota Palembang Bapak H.Eddy Santana Putra telah ikut melaksanakan kampanye penggunaan Taburia dengan memberikan Taburia secara symbolis pada anak balita di Kelurahan Karya Jaya, Kecamatabn Kertpati Provinbsi Sumatera Selatan pada saat peresmian Puskesmas Kayra Jaya.

Terima kasih Pak Wali
Posting By syaflini

Jumat, 25 Maret 2011

RISET OPERASIONAL TABURIA DI PROV, SUMSEL


RISET OPERASIONAL TABURIA

Pendahuluan
Pada tanggal 21 sampai dengan tanggal 25 Maret 2011, di provinsi sumatera Selatan dilaksanakan Riset Operasional Taburia yang dilaksanakan di Kabupaten OKI, LAHAT dan Kota Palembang.

Pelaksana kegiatan adalah PT. Equator Mitra kerja Proyek NICE yang diwa kili oleh Ibu Siti Rosyidah dan Ibu Inne Indrayana dan di dampingi Oleh PPCU NICE Sumsel sebagai Koordinator Provinsi

1.1. Latar Belakang
Tujuan utama dari Proyek NICE adalah untuk membantu mencapai target 2 dari MDG untuk mengurangi jumlah anak underweight di bawah 5 tahun pada tahun 2015 dan MDGs terkait. Proyek NICE merupakan respon terhadap Rencana Aksi Nasional Kementrian Kesehatan untuk Pencegahan Malnutrisi (National Action Plan for the Prevention of Malnutrition), yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi gizi kurang anak-anak di bawah 5 tahun dari 18,5% pada 2007 menjadi 15% pada 2014 dan stunting dari 36,7% menjadi 32%. Proyek NICE bertujuan untuk mempercepat penurunan prevalensi anemia pada anak di bawah 5 tahun dan anemia di antara ibu hamil dan menyusui di 24 kabupaten / kota di 6 provinsi yang tercakup oleh Proyek. Proyek akan mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi dan mencegah kekurangan gizi sekitar 1,48 juta anak balita dan anemia di antara 500.000 ibu hamil dan menyusui di sekitar 1.800 desa.
Proyek NICE ini dirancang untuk memberikan lima output tertentu ;
  • memperkuatkapasitas untuk pengembangan kebijakan gizi, program dan pengawasan;
  • peningkatan mutu dan pelayanan gizi terpadu bagi perempuan dan anak-anak didaerah proyek;
  • peningkatan kemampuan masyarakat untuk pelaksanaan intervensi gizi, kebersihan, dan sanitasi;
  • memperluas program fortifikasi pangan dan komunikasi gizi diperkuat, dan
  • peningkatan kapasitas manajemen proyek termasuk perencanaan, monitoring dan evaluasi program gizi.

Fortifikasi makanan dan memberikan vitamin, mineral serta suplemen lainnya adalah cara murah untuk mengatasi kekurangan gizi mikronutrien dan meningkatkan pembangunan mental anak. Fortifikasi pangan adalah intervensi yang paling efektif untuk mengurangi defisiensi mikronutrien. Penelitian berbasis masyarakat di Asia pada Sprinkles (multimicro nutrient fortification/MMF) telah menunjukkan bahwa inovasi tersebut efektif dalam mengurangi prevalensi anemia, dan ditemukan diterima dengan baik dan lebih mudah digunakan daripada obat jenis tetes.

Dalam rangka meningkatkan status gizi anak balita dari keluarga miskin, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementrian Kesehatan, melalui the Japan Funds for Poverty Reduction (JFPR) dengan kegiatan proyek mengembangkan Multiple Micronutrients Fortificants (MMF). Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan bertanggung jawab atas pengembangan MMF Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak berusia 6-59 bulan, terutama mereka yang hidup dalam keluarga miskin di daerah miskin.

Saat ini MMF yang dikembangkan secara lokal disebut TABURIA. Studi efikasi dan efektivitas di daerah skala kecil telah dilakukan di Jakarta Utara. Sebagai tindak lanjut dari studi ini,penelitian operasional di provinsi proyek NICE perlu dilakukan untuk menyediakan informasi yang kredibel mengenai kinerja program dalam rangka membantu meningkatkan program.
Setiap MNP's program termasuk TABURIA, manajemen program serta pasokan dan kegiatan rogram harus dinilai dengan hati-hati untuk menyesuaikan operasi program jika ada perubahan yang diperlukan.

Hasil penelitian ini akan diperlukan untuk menyesuaikan operasi program, menjamin keamanan penerima manfaat, membahas keberhasilan program dan kegiatan apa yang berjalan dengan baik dan kegiatan apa yang memerlukan koreksi/perbaikan. Keberhasilan program ini seperti yang direncanakan akan menjadi titik awal untuk memperluas program fortifikasi untuk seluruh provinsi di Indonesia.
Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi program manajemen dan efektivitas TABURIA di bawah pengaturan program. Pertanyaan penelitian operasional yang dibahas adalah: 1) Apa program-program masyarakat dan sistem distribusi di tempat, jumlah TABURIA yang didistribusikan kepada kelompok sasaran sesuai dengan yang direncanakan 2) Cakupan dan kepatuhan TABURIA, penerimaan terhadap intervensi.
1.2. Pengertian Riset Operasional Taburia
Kegiatan operasional riset Taburia fokus pada evaluasi manajemen operasional Taburia
(distribusi, penyimpanan, cakupan, kepatuhan dan penerimaan terhadap intervensi), apa keberhasilannya, apa masalah dan bagaimana mengatasi masalah yang muncul. Kegiatan juga akan mengevaluasi paket pendukung lain yang mempengaruhi operasional Taburia (media promosi, Komunikasi Perubahan Perilaku, advokasi). Untuk memastikan hasil yang optimal dari penelitian operasional, LPM Equator ditugaskan oleh NICE untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
1.2.1. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas operasional TABURIA
(Micronutrient Powder/MNP's) di wilayah proyek NICE.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
  1. Mengidentifikasi masalah manajemen Taburia seperti perencanaan
    penargetan, distribusi, penyimpanan dan ketepatan sasaran.
  2. Mengidentifikasi cakupan Taburia diantara anak umur 6-24
    bulan
  3. Mengidentifikasi kepatuhan konsumsi Taburia diantara anak umur
    6-24 bulan
  4. Mengidentifikasi kelompok masyarakat potensial yang
    memobilisasikan mereka dengan manajemen Taburia
  5. Mengidentifikasi adanya makanan fortifikasi lain sejenis
    Taburia
  6. Mengukur pertumbuhan anak umur 6-24 bulan
  7. Menyarankan
    solusi pemecahan dari permasalahan manajemen Taburia
  8. Menyarankan solusi pemecahan dari permasalahan cakupan
    Taburia
  9. )Menyarankan solusi pemecahan dari permasalahan kepatuhan
    Taburia

RISET OPERASIONAL TABURIA DI PROV, SUMSEL

RISET OPERASIONAL TABURIA

Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Tujuan utama dari Proyek NICE adalah untuk membantu mencapai target 2 dari MDG
1, untuk mengurangi jumlah anak underweight di bawah 5 tahun pada tahun 2015
dan MDGs terkait. Proyek NICE merupakan respon terhadap Rencana Aksi Nasional
Kementrian Kesehatan untuk Pencegahan Malnutrisi (National Action Plan for the
Prevention of Malnutrition), yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi gizi
kurang anak-anak di bawah 5 tahun dari 18,5% pada 2007 menjadi 15% pada 2014
dan stunting dari 36,7% menjadi 32%. Proyek NICE bertujuan untuk mempercepat
penurunan prevalensi anemia pada anak di bawah 5 tahun dan anemia di antara ibu
hamil dan menyusui di 24 kabupaten / kota di 6 provinsi yang tercakup oleh
Proyek. Proyek akan mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi dan mencegah
kekurangan gizi sekitar 1,48 juta anak balita dan anemia di antara 500.000 ibu
hamil dan menyusui di sekitar 1.800 desa.
Proyek NICE ini dirancang untuk memberikan lima output tertentu ; 1) memperkuat
kapasitas untuk pengembangan kebijakan gizi, program dan pengawasan; 2)
peningkatan mutu dan pelayanan gizi terpadu bagi perempuan dan anak-anak di
daerah proyek; 3) peningkatan kemampuan masyarakat untuk pelaksanaan intervensi
gizi, kebersihan, dan sanitasi; 4) memperluas program fortifikasi pangan dan
komunikasi gizi diperkuat, dan 5) peningkatan kapasitas manajemen proyek
termasuk perencanaan, monitoring dan evaluasi program gizi.

Fortifikasi makanan dan memberikan vitamin, mineral serta suplemen lainnya
adalah cara murah untuk mengatasi kekurangan gizi mikronutrien dan meningkatkan
pembangunan mental anak. Fortifikasi pangan adalah intervensi yang paling
efektif untuk mengurangi defisiensi mikronutrien. Penelitian berbasis
masyarakat di Asia pada Sprinkles (multimicro nutrient fortification/MMF) telah
menunjukkan bahwa inovasi tersebut efektif dalam mengurangi prevalensi anemia,
dan ditemukan diterima dengan baik dan lebih mudah digunakan daripada obat
jenis tetes.

Dalam rangka meningkatkan status gizi anak balita dari keluarga miskin,
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementrian Kesehatan, melalui the Japan Funds
for Poverty Reduction (JFPR) dengan kegiatan proyek mengembangkan Multiple
Micronutrients Fortificants (MMF). Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan
Makanan bertanggung jawab atas pengembangan MMF Indonesia dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak berusia 6-59
bulan, terutama mereka yang hidup dalam keluarga miskin di daerah miskin. Saat
ini MMF yang dikembangkan secara lokal disebut TABURIA. Studi efikasi dan
efektivitas di daerah skala kecil telah dilakukan di Jakarta Utara. Sebagai
tindak lanjut dari studi ini, penelitian operasional di provinsi proyek NICE
perlu dilakukan untuk menyediakan informasi yang kredibel mengenai kinerja
program dalam rangka membantu meningkatkan program. Setiap MNP's program
termasuk TABURIA, manajemen program serta pasokan dan kegiatan program harus
dinilai dengan hati-hati untuk menyesuaikan operasi program jika ada perubahan
yang diperlukan.

Hasil penelitian ini akan diperlukan untuk menyesuaikan operasi program,
menjamin keamanan penerima manfaat, membahas keberhasilan program dan kegiatan
apa yang berjalan dengan baik dan kegiatan apa yang memerlukan
koreksi/perbaikan. Keberhasilan program ini seperti yang direncanakan akan
menjadi titik awal untuk memperluas program fortifikasi untuk seluruh provinsi
di Indonesia.
Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi program manajemen dan efektivitas
TABURIA di bawah pengaturan program. Pertanyaan penelitian operasional yang
dibahas adalah: 1) Apa program-program masyarakat dan sistem distribusi di
tempat, jumlah TABURIA yang didistribusikan kepada kelompok sasaran sesuai
dengan yang direncanakan 2) Cakupan dan kepatuhan TABURIA, penerimaan terhadap
intervensi.
1.2. Pengertian Riset Operasional Taburia
Kegiatan operasional riset Taburia fokus pada evaluasi manajemen operasional
Taburia (distribusi, penyimpanan, cakupan, kepatuhan dan penerimaan terhadap
intervensi), apa keberhasilannya, apa masalah dan bagaimana mengatasi masalah
yang muncul. Kegiatan juga akan mengevaluasi paket pendukung lain yang
mempengaruhi operasional Taburia (media promosi, Komunikasi Perubahan Perilaku,
advokasi). Untuk memastikan hasil yang optimal dari penelitian operasional, LPM
Equator ditugaskan oleh NICE untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
1.2.1. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas operasional
TABURIA (Micronutrient Powder/MNP's) di wilayah proyek NICE.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
  1. Mengidentifikasi masalah manajemen Taburia seperti perencanaan
    penargetan, distribusi, penyimpanan dan ketepatan sasaran.
  2. Mengidentifikasi cakupan Taburia diantara anak umur 6-24
    bulan
  3. Mengidentifikasi kepatuhan konsumsi Taburia diantara anak umur
    6-24 bulan
  4. Mengidentifikasi kelompok masyarakat potensial yang
    memobilisasikan mereka dengan manajemen Taburia
  5. Mengidentifikasi adanya makanan fortifikasi lain sejenis
    Taburia
  6. Mengukur pertumbuhan anak umur 6-24 bulan
  7. Menyarankan
    solusi pemecahan dari permasalahan manajemen Taburia
  8. Menyarankan solusi pemecahan dari permasalahan cakupan
    Taburia
  9. )Menyarankan solusi pemecahan dari permasalahan kepatuhan
    Taburia

Selasa, 01 Maret 2011

PELATIHAN KAMPANYE PERUBAHAN PERILAKU


Dalam mensosialisasikan TABURIA di Desa-desa dan masyarakat di seluruh wilayah Proyek NICE di Peov Sumatera Selatan telah dilaksanakan Pelatihan Kampanye Perubahan Perilaku bagi lintas Program dan Lintas Sektor Provinsi dan Kab/Kota. Jumlah peserta sebanyak 27 orang 4 diantaranya mewakili Media selama 2 hari tanggal 1-2 Maret 2011
Palaksana kegiatan ini adalah PT. Maton selaras dengan Fasilitator Ibu Hasa
Widayati dan Wilda wellis dari Firm MS
PELATIHAN KAMPANYE PPK
NICE PROJECT SUMATERA SELATAN
1-2 MARET 2011
1. LatarBelakang
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI saat inisedang melaksanakan Projek NICE (Nutrition Improvement through Community Empowerment) yang bersum berdaridana APBN dan pinjaman Asian Development Bank (ADB) (Loan No. 2348-INO [SF]). NICE mendukung implementasi RAN (RencanaAksiNasional) Pencegahan GiziBuruk yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi berat badan kurang di kelopok balitadari 18,5% di tahun 2007 menjadi di bawah 15% di tahun 2014 dankependekan (stunting) dari 36,7% menjadi 32%. Secaraspesifik NICE bertujuan untuk mempercepat penurunan pengurangan gizi kurang di kelompokanak-anak balita dan anemia di kelompok perempuan, khususnya di 24 kota/kabupaten di 3 provinsi di Indonesia.
Proyek NICE mendekati tantangan tersebut dengan memperkuat sisi pelayanan yang berbasiskan masyarakat, identifikasi prioritas local untuk perbaikan gizi, dan mobilisasi social untuk perbaikan gizi yang akan memberdayakan keluarga dan masyarakat agar dapat menjawab kebutuhan gizi dan kesehatan di kalangan mereka sendiri.
Oleh sebab itu, Pemerintah berusaha melakukan program intervensi terbaik dalam menangani kasus gizi masyarakat denganTaburia; yaitu suatu produk mikro nutrisi yang mengandung 16 multi-vitamin dan multi-mineral yang penting untuk meningkatkan status kesehatan balita yang ditaburkan melalui makanan atau bubur.
Untuk mendukung pencapian target intervensi tersebut maka dikembangkan kegiatan komunikasi perubahan perilaku atau Behavior Change Communication /campaign (BCC) untuk memasyarakatkan penggunaan Taburia. Tujuan utama yang akan dicapai dalam Kegiatan Behavior Change Campaign on Taburia adalah: “memasyarakatkan penggunaan Taburia dengan dukungan di berbagai level, baik kalangan pemerintah maupun masyarakat secara luas”.
Kegiatan kampanye produk Taburia ini didesain untuk secara efektif melalui tiga kegiatan; yaitu: kegiatan produksi media (cetak dan elektronik) yang disebut kegiatan PAKET 1; kegiatan pilot pelatihan dan komunikasi perubahan perilaku serta special event yang disebut dengan kegiatan PAKET 2; dan kegiatan advokasi kepada pihak media dan pengambil keputusan di tingkat pusat, Provinsi, dan local yang disebut kegiatan PAKET 3.
2. TujuanKegiatan
Tujuan dari kegiatan Pelatihan KPP adalah :
• Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta pelatihan tentang Komunikasi Perubaha perilaku dalam kampanye Taburia
• Melakukan manajemen dan fasilitasi pelatihan KPP
• Melakukan fasilitasi special event kampanye taburia di lokasi pelatihan
• Melakukan Distance monitoring terhadap RKTL Pelatihan
3. Metodologi
Adapun metode pelatihan yang digunakan adalah :
• Metode Partisipatif dan Pendidikan Orang dewasa : Yaitu pendidikan yang menekankan proses belajarbersama, tidak menggurui dan tidak ada obyek, didasari semangat kolaborasi , semua pelaku proses belajar adalah subyek .Obyeknya adalah materi pembelajaran.
• Metode Curah Pendapat (brainstorming). Metode ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta untuk mengemukakan pendapatnya,
• Metode Diskusi Kelompok (DISKO). Yakni membahas sesuatu topic untuk memperoleh kesimpulannya dalam kelompok kecil,
• Metode Diskusi Pleno .
• Metode Ceramah.
• Metode Penugasan.
• Metode Kerja Kelompok.
• Metode Praktek Lapang.
4. LokasiPelatihan :
Target Group 1 (pemangkukebijakan) :
1. Prov. NTB
2. Prov.NTT
3. Prov.Kalbar
4. Prov. Sulsel
5. Prov.Sumut
6. Prov.Sumsel
Terget Group 2 (agen perubah di ingkan masyarakat): 2
1. Lombok Tengah (NTB)
2. Maros (sulsel)
3. Musirawas (Sumsel)
4. TTU (NTT)
5. KabKupang (NTT)
6. Kota Kupang,(NTT)
7. Sumba Barat(NTT)
8. Landak,( kalbar)
9. Ketapang,(kalbar)
10. Sintang, (kalbar)
11. Kota Pontionak (kalbar)
12. Mandailing Natal (Sumut)
13. Dairi (Sumut)
14. Kota Medan( Sumut )
15. Tapanuli Tengah ( Sumut)
5. PesertaPelatihan
1. Pelatihanuntuk Target Group I
2. Target Peserta:27 orang /provinsi yang terdiri :
3. Dinkes Provinsi/gizi & promkes (2 org)
4. Humas Pemprov/setwilda (1 org)
5. Bappeda Prov (1)
6. Dinkes Kab (4 org)
7. Bappeda Kab (4 org)
8. Humas Pemkab (1 /kab x 4= 4 org)
9. TP PKK Kabupaten (1 org/kab=4 org)
10. BKP prov (1 org)
11. TP PKK Prov Pokja 3/4 (2 org)
12. Media (4 org dari 4 media)
13. Pelatihan untul Target Group II
14. Target Peserta: 50 orang per Kab ( 2 angkatan)
15. Puskesmas/ bidan/nakes
16. Kepala Desa
17. Kader Posyandu
18. Tokoh masyarakat
19. PKK





7. MateriPelatihan

Materi pelatihan TG I :
• Modul 1 : ApaituTaburia (Tinjuan Produk)
• Modul 2 : Peran pemangku kebijakandan Humas dalam me masyarakatkan taburia
• Modul 3 : konsep dan teknik Komunikai Perubahan Perilaku (KPP)dalamKampanyeTaburia
• Modul 4 : Penguasaan beberapateknik KPP :
a) Cara menulis press release
b) Cara menjawabpertanyaan-pertanyaandalamwawacaradengan media (cetakdanelektronik)
c) Cara merencanakan dan melaksanakan konferensipers
d) Cara mengelola cara-acara khusus bagi orang-orang media (contohnya: lomba karya tulis bagi media)
• Modul 5 : TEKNIK ADVOKASI untuk mendukung Kampanye Taburia

Materi pelatihan TG 2 :
• Modul 1 : Pola hidup sehat dan gizi seimbang ( Pola pemberian Makan Gizi Seimbang Balita )
• Modul 2 : Apaitu taburia (komposisi, kandungan gizi, dan manfaat, cara penggunaan dan penyimpanan)
• Modul 3 : Komunikasi Perubahan perilaku berbasis Masyarakat
• Modu 4 : Teknik Fasilitasi dengan Prinsip Pembelajaran Orang dewasa
• Modul 5 : Teknik Penyelengaraan Acara khusus
• Modul 6 : Perankader, bida, dan tokoh masyarakat dalam
memasyarakat kantaburia
• Modul 7 : Teknik monitoring Kampanye taburia
• Modul 8 : TurunLapangan ( 1 hari)
• Modul 9 : RKTL


8. Special Event
Kegiatan Special Event merupakan bagiandari kegiatan pelatihan KPP yang akan dilakukan di posyandu atau di tingkat masyarakat.Kegiatan ini merupakan kegiatan khusus untuk mengkampanyekan Taburia.
Kelompok Sasaran: Ibu dengan balita, Ibu hamil, Masyarakat Umum (kader posyandu, bidan, staf Puskesmas, tokoh masyarakat, pihak desa/kelurahan).

Target Peserta : 30 orang x 150 titik ( 10 titik di tiapKabupaten)
Durasi Special event : 1-2 jam
Lokasi : Posyandu/ kelurahan/tempat tempat umum di
Tingkat Desa/Kelurahan
Materi Special event :
Materi disesuaikan dengan kondisi lapangan, dengan alternative materi sebagai berikut :
• Lomba Nyanyi Taburia
• Demo Taburia
• Lomba Masak
• Ceramah dan Demo Taburia
• Panggung Gembira Taburia
• Lomba Mewarnai
• Dll

9. WaktuKegiatan

Waktu kegiatan dilapangan akan dilakukan bulan Februari 2011 (minggu 3) sampai dengan Bulan April 2011

10. Pelaksana Kegiatan

Pelaksanana kegiatan adalah Dinas Kesehatan Prov/Kab lokasi NICE bekerjasama dengan Tim Konsultan dari PT Maton Selaras Consultant
11. Jadwal Pelatihan
TARGET GROUP 1
Waktu Kegiatan
HARI ke 1
09.00 – 10.00 Pembukaan + Pre Test
10.00 – 10.30 Coffee Break
10.30 – 12.00 ApaituTaburia
12.00 -14.00 IShoma
14.00 -15.00 Peran Pemangku kebijakan dan Humas dalam KAmpanye TAburia (1)
15.00 – 15.30 Coffee Break
15.30 –16.30 Peran Pemangku kebijakan dan Humas dalam KAmpanye TAburia (2)
HARI ke 2
09.00 – 09.30 Review hari ke 1
09.30 – 10.00 Break
10.00 – 12.00 Konsep dan teknik KPP dalam Kampanye Taburia
12.00 -13.30 Ishoma
13.30 -15.30 Penguasaan Beberapa Teknik KPP
15.00 – 15.30 Break
15.30 – 16.30 Pengantar modul advokasi
HARI ke 3 MODUL ADVOKASI
09.00 – 10.00 Menghadapi interview wartawan
10.00 – 10.30 Break
10.30 – 12.00 Lobi untuk advokasi
12.00 -13.30 Break
13.30 -15.30 Seminar untuk advokasi
15.00 – 15.30 Break
15.30 – 16.30 Menyelenggrakan Lomba Jurnalistik
16-30-17.30 Penutupan + post test

TARGET GROUP 2
Waktu Kegiatan
HARI ke 1
09.00 – 09.30 Pembukaan
09.30 – 10.00 Coffee Break
10.00 – 11.00 Pola Hidup Sehat dan Gizi Seimbang
11.00 -12.00 Apa itu Taburia ?
12.00 -13.30 Ishoma
13.30 -14.30 KPP berbasis Masyarakat
14.30-15.30 Teknik Fasilitasi dengan Pendekatan orang Dewasa(1)
15.30 – 16.00 Break
16.00 – 17.00 Teknik Fasilitasi dengan Pendekatan orang Dewasa (2)
HARI ke 2
09.00 – 09.30 Review harike 1
09.30 – 10.00 Break
10.00 – 11.00 Teknik Penyelenggaaan acara khusus
11.00 -12.30 Peran kader, tomas, bidan dalam kampanye taburia
12.30 -14.00 Ishoma
14.00 -15.00 Teknik monitoring Kampanye Taburia
15.00 – 15.30 Break
15.30 – 17.00 Persiapan turun lapangan /praktek lapang
HARI ke 3
09.00 – 14.00 Praktek lapang
14.00- 16.00 RKTL
16.00 – 17.00 Penutupan

Sabtu, 19 Februari 2011

KERANGKA ACUAN ADVOKASI TABURIA


TOR WORKSHOP ADVOKASI TABURIA


1. Latar Belakang

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu: (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare .
Status gizi balita merupakan hal penting yang seharusnya diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak .
Program perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu program yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan anak Balita.
Kegiatan pokok program ini meliputi: i) peningkatan pendidikan gizi; ii) penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya; iii) penanggu-langan gizi lebih; iv) peningkatan surveilens gizi; dan v) pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi.
Salah satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang anak adalah keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita sangat pesat, sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi daripada orang dewasa. Balita atau anak di bawah usia lima tahun merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani.
Air susu ibu adalah makanan terbaik untuk bayi sampai mereka berusia enam bulan. Setelah usia enam bulan, walaupun dengan pengaturan makanan yang baik, balita masih memerlukan makanan tambahan (fortifikasi) untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Taburia dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak usia enam hingga lima puluh sembilan bulan.
Bubuk Taburia merupakan makanan tambahan yang mengandung berbagai vitamin (multivitamin), yaitu Vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, C, D3, E, K, serta berbagai mineral yaitu Folat, Pantotenat, Yodium, Fe, Zn dan Se. Bubuk dikembangkan oleh Japan Funds for Poverty Reduction (JFPR) bekerjasama dengan Pusat Penelitian Gizai dan Makanan, Kementerian Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan keseimbangan gizi pada balita usia enam sampai dengan lima puluh sembilan bulan.
Bubuk Taburia telah diteliti secara lengkap baik secara klinis maupun penerimaan masyarakat oleh para ahli yang berkompeten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara klinis balita yang mengkonsumsi Taburia kadar hemoglobinnya (Hb) meningkat dari 10.5 mg/dl pada data dasar menjadi 11.1 mg/dl pada evaluasi tengah waktu dan menjadi 12.0 mg/dl pada evaluasi nakhir. Proporsi balita anemi (Hb <11 mg/dl) menurun secara signifikan dari 62.3% pada data dasar menjadi 45.5% pada evaluasi tengah waktu dan menjadi 24.7% pada evaluasi akhir. Secara penerimaan lebih dari 85% balita mau mengkonsumsi bubuk Taburia. Ibu balita juga menyukai bentuk, warna, aroma dan rasa bubuk Taburia, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, jarang sakit, serta balita mereka menjadi lebih ceria/riang.
Kampanye perubahan perilaku terhadap Taburia di NICE (Peningkatan Gizi melalui Pemberdayaan Masyarakat) Proyek daerah memiliki tiga tujuan utama: i) untuk membangun pengetahuan, membuat ketertarikan dan memotivasi yang tinggi para ibu balita untuk menggunakan produk Taburia untuk anak-anak mereka; ii) untuk membangun pengetahuan tentang produk Taburia dan mempromosikan kepada penyedia layanan kesehatan, fasilitator masyarakat, kader posyandu, anggota CNC dan tokoh masyarakat di daerah proyek NICE, dan iii) untuk mengembangkan sikap positif antara orang-orang kunci dalam media masa dan para pengambil keputusan di tingkat kabupaten, propinsi dan nasional tentang Taburia sebagai cara alternatif untuk mengurangi masalah kekurangan gizi mikro antara anak-anak Indonesia usia 7-24 bulan.
Mengacu pada tujuan tersebut, kampanye memiliki 3 sasaran utama: i) yaitu ibu balita dengan anak (s) usia 7-24 bulan sebagai sasaran utama; ii) sasaran berikutnya meliputi kader posyandu, anggota CF (Fasilitator Masyarakat), CNC, tokoh masyarakat dan penyedia layanan kesehatan, dan iii) orang kunci di media masa nasional, propinsi dan lokal serta para pengambil keputusan di tingkat kabupaten dan provinsi.
Mengingat bahwa Taburia merupakan produk baru maka untuk mengadvokasi dan mempromosikan Taburia kepada para pemangku kepentingan khususnya anggota DPRD Provinsi, pimpinan Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kabupaten/Kota, Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Akademisi/LSM Kesehatan serta jurnalis untuk ini perlu diselenggarakannya workshop advokasi agar dapat dirumuskannya pokok kegiatan advokasi.

2. Tujuan
Tujuan kegiatan workshop ini adalah:
1. Mendorong penerimaan kegiatan Taburia oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
2. Meningkatkan pemahaman para pelaksana kebijakan mengenai kegiatan Taburia
3. Meningkatkan pelaksanaan kegiatan promosi Taburia

3. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari Workshop ini adalah:
1. Adanya kesepakatan untuk lebih meningkatkan kegiatan advokasi dan promosi Taburia dalam rencana kerja dan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
2. Tersusunnya pokok-pokok kegiatan advokasi dan promosi kegiatan Taburia yang akan dilaksanakan oleh para penggerak lokal (local champions) dan jurnalis/media.


4. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan workshop direncanakan pada bulan Februari minggu ketiga sampai awal bulan Maret tahun 2011. Tempat pelaksanaan di tingkat nasional di Jakarta dan 6 provinsi (Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara).

5. Narasumber dan Materi Workshop
Narasumber dalam workshop berasal dari unsur pemerintah, pelaku program, Puslitbang Gizi dan media massa. Secara rinci narasumber, topik dan kisi-kisi materi workshop disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Narasumber dan Materi Workshop
No Narasumber Topik Kisi-Kisi Materi
1 Gubernur Pengarahan • Dukungan terhadap Taburia
2 Kementerian Kesehatan dan atau Official Program NICE Kebijakan dan program pemerintah di bidang peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat serta Program NICE Taburia • Program jangka panjang dan jangka pendek tentang gizi masyarakat
• Keterkaitan kegiatan NICE Taburia dengan Program Gizi Nasional (tujuan, kegiatan, keluaran dan hasil yang diharapkan dari Program NICE – Taburia)

3 Peneliti Gizi Tinjauan hasil penelitian tentang gizi masyarakat
• Manfaat dan efesiensi, baik dalam penggunaan maupun cara memprolehnya
4 Media massa dari PWI – Provinsi Peran media masa dalam penyebarluasan informasi tentang gizi dan kesehatan • Peran yang bisa dilakukan media dalam mendorong kegiatan Taburia, khususnya advokasi dan komunikasi perubahan sikap (BCC) tentang Taburia kepada pemerintah daerah dan masyarakat
• Pembentukan/peningkatan forum jurnalis, dimana dapat mendorong advokasi dan peliputan gizi oleh media


6. Peserta
Peserta sebanyak 30 orang mencakup tingkat nasional dan daerah, yaitu:
1. Ketua Komisi Kesehatan dan Komisi Anggaran DPRD Provinsi : 2 orang
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi : 2 orang
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota : 4 orang
4. Ketua Komisi Kesehatan dan Komisi Anggaran DPRD Kabupaten/Kota : 8 orang
5. Ketua Bappeda Provinsi/Kabupaten/Kota : 5 orang
6. Ketua TP PKK : 5 orang
7. Akademisi/LSM Kesehatan : 2 orang
8. Media massa : 2 orang

7. Metoda Workshop
Metoda yang digunakan dalam workshop ini adalah ceramah oleh narasumber dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Diskusi kelompok akan difasilitasi oleh tim tenaga ahli dan fasilitator yang telah ditunjuk. Untuk diskusi kelompok akan dibuat panduan diskusi kelompok. Pembagian kelompok dan topik yang akan dibahas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pembagian Kelompok dan Topik
Kelompok Topik Diskusi
1 Kesepakatan meningkatkan kegiatan advokasi dan promosi Taburia dalam rencana kerja dan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota
2 Pokok-pokok kegiatan advokasi dan promosi kegiatan Taburia yang akan dilaksanakan oleh para penggerak lokal (local champions) dan jurnalis/media.

8. Fasilitas Akomodasi dan Konsumsi Bagi Peserta
Panitia menyediakan penginapan selama satu malam (bagi peserta diluar kota) dan konsumsi makan malam, makan pagi, dan makan siang, beserta snack sesuai dengan waktu penyediaan.
Pemesanan makan dan minuman di luar yang telah disediakan oleh Panitia serta penggunaan fasilitas telpon, internet, dan cuci pakaian dll, menjadi tanggungan masing-masing peserta dan akan ditarik bayarannya oleh pihak “Hotel” pada saat chek out kepada penghuni kamar.
9. Susunan Acara
Susunan acara workshop dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Susunan Acara Workshop Advokasi
No Pukul Acara
1 08.30-09.00 Registrasi
2 09.00-09.15 Pembukaan dan Pengarahan (Gubernur)
3 09.15-10.30 Pemaparan secara panel oleh narasumber
4 10.30-11.30 Diskusi kelompok
5 11.30-12.00 Sidang pleno pemaparan hasil diskusi kelompok
6 12.00-12.30 Rumusan hasil workshop dan rencana tindak lanjut workshop
7 12.30-13.00 Penutup dan makan siang